"Tidak ada alasan untuk tidak menuntut ilmu,tidak ada alasan untuk tidak taat kepadaMU,waktu ku banyak sia-sia,sedangkan nikmatMu terus mengalir,aku malu".Rasnal H.Bisnu

Jumat, 24 Mei 2013

Tujuan Syari'ah


    Islam diturunkan ke bumi dilengkapi dengan jalan kehidupan yang baik (syari’ah) yang diperuntukkan untuk manusia, yaitu berupa nilai-nilai agama yang diungkapkan secara fungsional dan dalam makna yang konkret yang ditujukan untuk mengarahkan kehidupan manusia, baik secara individual maupun secara kolektif kemasyarakatan (social).
Untuk mencapai maqashid asy-Syari’ah, diperlukan perangkat untuk menganalisis setiap perbuatan hukum yang dilakukan mukallaf dalam kehidupan pribadi dan sosialnya. Sehingga, apa yang dikehendaki syari’ah dalam mengatur hubungan secara vertical (hablun minallah) maupun hubungan secara horizontal (hablun minannas) dalam rangka mencapai kemaslahatan umum. Itulah sebabnya,maqashid asy-syari’ah dipandang urgen untuk dikaji secara intens oleh para pengkaji dan pemerhati masalah fiqh dan ushul fiqh, khususnya dikalangan akademisi muslim.


 Maqhasid Syari’ah

1.      Pengertian
Dari segi bahasa, maqashid asy-Syari’ah terdiri dari dua kata yaitu maqashid dan syari’ah. Maqasyid adalah bentuk jamak dari maqsud yang berarti kesenjangan atau tujuan,  dan syari’ah secara bahasa berarti jalan menuju sumber air. Makna jalan menuju sumber air dapat pula dikatakan sebagai jalan kea rah sumber utama kehidupan.
Secara teologis syariat bisa dilihat dari tujuan tertentu yang akan dicapai dengan bersandar pada kehendak pembuat syari’ah yaitu Allah. Untuk mewujudkan kehendak tersebut, maka dimuncullah teori maqasyid asy-syaria’ah, untuk dijadikan metode pengembangan nilai-nilai yang terkandung dalam syariat dan ruh (jiwa) hukum islam dalam menghadapi setiap perubahann social. Teori ini pertama kali dicetuskan oleh Imam al-Juwaini, kemudian dikembangkan oleh muridnya imam al-Ghazali dan diteruskan oleh Imam asy-Syatibi. Imam al-Ghazali mengatakan “sesungguhnya tujuan syara’ dari (kehidupan) manusia itu (tujuannya) ada lima macam, yaitu memelihara agama mereka, jiwa mereka, akal mereka, keturunan mereka dan harta benda mereka.
Dengan demikian, pengetahuan tentang maqasyid asy-syari’ah menjadi kunci bagi keberhasilan para ulama ushul fiqh. Abu Zahrah mengatakan, tujuan hakiki hukum islam adalah kemaslahatan, tak satupun hukum yang ditetapkan baik dalam al-qur’an maupun hadits melainkan didalamnya ada kemaslahatan.
2.      Maqasyid asy-Syari’ah sebagai teori Fiqh
Maqasyid asy-Syari’ah (tujuan-tujuan syara’ dalam menetapkan hukum) sebagai teori bermaksud untuk menjamin, memberikan perlindungan dan melestarikan kemaslahatan bagi umat manusia secara umum, umat islam khususnya. Ada tiga aspek yang harus dilindungi dan dilestarikan adalah sebagai berikut :
a.      Dlaruriyyat
Secara bahasa dlaruriyyat berarti kebutuhan yang mendesak yaitu untuk memelihara lima unsur pokok yang esensial sebagai berikut :
-          Memelihara agama
Memelihara agama islam dengan meyakini akidah yang benar dan lurus serta melakukan ibadah secara tulus, sekaligus melarang secara tegas hal-hal yang dapat merusak eksistensinya. Menjaga kesucian dan kemurnian agama termasuk sikap yang sangat terpuji dan mulia di sisi Allah. Agama diatas segala-galanya dan kedudukannya lebih penting daripada jiwa. Misalnya kewajiban mendirikan shalat yang ditegaskan oleh Allah dalam QS. Al-Ankabut : 45).
-          Memelihara jiwa
Kewajiban untuk berusaha memeperoleh makanan, minuman dan pakaian untuk mempertahankan hidupnya. Anjuran Allah lewat firman-Nya yaitu QS. Al-Maidah : 88) yang artinya “ dan makan dan minumlah kalian dan janganlah berlebih-lebihan”.
-          Memelihara akal
Islam wajib mewajibkan untuk menuntut ilmu agar manusia memperoleh pengetahuan dengan cara memperdayakan potensi akal yang telah dianugerahkan Allah kepada manusia. Sehingga pendidiakn mutlak diperlukan manusia, guna menjaga akalnya agar tidak rusak akibat perbuatan-perbuatan yang dapat membawa kehancuran. Misal dalam QS.al-Baqarah: 2) yang artinya “mereka (para peminum khamr) bertanya tentang khamr, katakana bahwa ia merupakan perbuatan dosa, maka jauhilah”.
-          Memelihara keturunan
Kewajiban untuk menghindarkan diri dari berbuat zina. Begitu juga hukuman yang dikenakan kepada pelaku zina, laki-laki atau perempuan. Dalam QS. Al-Isra’: 32) yang artinaya “ jaganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruk jalan”.
-          Memelihara harta
Kewajiban untuk menjauhi tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan kerugian seperti: pencurian, perampokan korupsi dll. Firman Allah dalam surat an-Nisa’ yang artinya “hai orang-orang yang beriman janganlah kalian makan harta dengan cara yang batil”
b.      Al-Hajiyah
Hajiyyat secara bahasa berarti kebutuhan adalah aspek-aspek hukum yang dibutuhkan untuk meringankan beban teramat berat, sehingga hukum dapat dilaksankan tanpa rasa tertekan dan terkekang. Dalam arti, kalau factor hajiyyat itu tidak ada, maka akan terjadi ketidaksempurnaan atau mungkin kesulitan dan tidak sampai menimbulkan kehancuran dalam kehidupan manusia.
c.       Al-Tahsiniyyah
Tahsiniyyat secara bahasa berarti hal-hal penyempurna, dimaksudkan agar manusia dapat mengerjakan yang terbaik dalam rangka menyempurnakan kelima perkara tersebut.


Sumber Bacaan :

Syukur, Sarmin, 1993. Sumber-Sumber Hukum Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Haroen, Nasrun, 1996. Ushul Fiqh. Jakarta: Logos Publishing House.
Pokja Akademik, 2005. Fiqh & Ushul Fiqh. Yogyakarta: 
Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga.
Umar, Muin dkk, 1985. Ushul Fiqh 1. Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar